Setelah mengisahkan tentang asal mula keris pusaka Banyumas, Kanjeng Kyai Gajahendra, Babad Banyumas kemudian menceritakan tentang asal mula pusaka Kanjeng Kyai Macanguguh.
Keris pusaka dinamakan Gajahendra karena bermula dari peristiwa terbunuhnya garuda Endra oleh Patih Gajahmada. Lantas penamaan pusaka Macan Guguh berasal dari peristiwa apa?
Ternyata karena Ki Tolih berhasil memenangkan sayembara Raja Majapahit. Karena bisa menjinakkan kuda sang raja yang mengamuk di istana.
Namun, bagaimanakah kisah selengkapnya? Apakah nama Macan Guguh berasal dari nama kuda yang dijinakkan Kyai Tolih? Lalu, apa hubungan Ki Tolih dengan Raden Bagus Mangun atau Raden Jaka Kaiman?
Sebuah kisah yang seru yang membuat Babad Banyumas semakin menarik dinikmati sebagai sebuah kisah dongeng penuh legenda.
Selengkapnya, silahkan baca tulis terjemahan saya atas naskah “Serat Babad Banyumas Mertadiredjan” di bawah ini.
Sengaja tidak saya sertakan naskah asli dalam bahasa Jawanya. Agar pembaca lebih bisa menikmati Babad Banyumas sebagai buku bacaan.
Selamat membaca.
Sayembara Kuda Sang Raja
Pada suatu hari, kuda tunggangan sang raja terkejut melihat burung garuda melayang cepat menuju ke kandang kuda. Terkejut bukan kepalang sang tunggangan.
Mendadak ia merasa mendapat kekuatan luar biasa. Hingga ia menabrak kandang sampai roboh. Kuda tunggangan melompat keluar. Pengasuhnya tak bisa menghalanginya. Bahkan ia pun ditabrak sampai jatuh
Kuda tunggangan berlari kencang menuju alun-alun. Mendengus-dengus melonjak-lonjak. Gegerlah semua yang sedang menghadap raja. Semua berusaha menghalangi laju sang kuda
Semakin ribut kuda seperti mengamuk. Kakinya menyepak menerjang. Sungguh sangat menakutkan. Banyak orang yang terkena sampai kesakitan
Yang terkena sepakan kakinya, tulang bahunya patah. Bahkan ada yang remuk pecah tulang dadanya. Patah tulang kakinya saling berlepasan. Para prajurit Majapahit pun bubar ketakutan
Seluruh pejabat kerajaan dibuat heran. Melihat kuda yang seperti kesetanan. Bagaikan kemasukan jin iblis. Mengamuk bagai raksasa sedang marah.
Sang kuda terus saja mengamuk berkeliling ke seluruh istana. Wajahnya seperti akan memakan siapa saja yang ditemuinya. Seolah hendak memamah manusia jadi makanannya. Sang raja pun pusing tujuh keliling dibuatnya
Lalu dipanggillah Patih Gajah Mada menghadap. Sang raja kemudian berkata, “Wahai Patih, umumkan segera. Saya akan mengadakan sayembara. Umumkan kepada semua rakyat Majapahit. Bagi siapa saja yang bisa menangkap kuda tunggangan saya, tidak pilih-pilih, akan saya beri hadiah wilayah kekuasaan. Juga akan saya beri putri saya sebagai istri. Walaupun hanya rakyat jelata sekalipun
Orang papa, golongan rendah, bahkan fakir miskin, pasti akan mendapatkan hadiah sesuai janji saya.”
Patih menyembah kemudian berpamitan. Segeralah dia mengumumkan. Ke seluruh wilayah Majapahit. Kepada para bupati dan mantri juga para prajurit.
Namun mereka semua tidak sanggup menangkap sang kuda. Seluruh pejabat kerajaan memilih meletakan jabatan, memasrahkan tanda kepangkatan. Tak ada yang sanggup melakuan.
Seluruh rakyat Majapahit, semua hanya bisa menyerahkan hidup matinya.
Demikianlah dikisahkan Kyai Tolih yang sedang mengabdi, menghadap sang patih dan berkata, “Apabila sayembara raja tak ada orang yang mampu melakukan, biar saya saja mencoba menangkapnya. Karena saya mengabdi pada sang raja, dan telah diampuni segala kesalahan saya yang lalu. Saya belum mampu membalas kebaikan paduka. Tidak takut walau saya harus mati dalam menghadapi sayembara raja ini. Namun bila diijinkan saya minta tali kekang yang dulu saya bawa. Peralatan yang dulu ada pada burung garuda saya.”
Kyai Patih kemudian memberitahukan hal itu pada sang raja. Dan dikabulkanlah permintaannya. Sang Patih memerintahkan Kyai Tolih segera bersiap menuju ke alun-alun sambil membawa tali kekang yang dibungkus seikat padi.
Seluruh rakyat Majapahit sudah mendengar kabar tentang Kyai Tolih yang akan maju dalam sayembara raja menangkap kuda yang marah bagai raksasa. Berduyun-duyun rakyat Majaphit besar kecil menonton sayembara menangkap kuda. Tua muda besar kecil berdesakan berdiri berjajar di alun-alun.
Kuda masih berada di alun-alun. Di bawah pohon beringin kembar. Sudah melihat kedatangan seseorang yang mendekatinya sambil membawa padi.
Ketika melihat langsung terkejut dan menyerang. Mengejar sambil melonjak-lonjak. Mulutnya meringkik keras membuka. Bagai raksasa yang mau makan orang.
Penonton yang melihat ketakutan dan ada yang berkata, “Mampuslah kau!”
Ada juga penonton yang berkata, ”Memangnya seberapa kesaktian Kyai Tolih? Para punggawa Majapahit saja tak ada yang mampu!”
Kuda datang akan mengigit. Galak dan bengisnya terbaca. Kyai Tolih waspada akan bahaya. Ia siagakan tali kekang di tangannya.
Tali kekang tidak kelihatan karena tertutupi padi. Ketika kuda menggampai-gapai, gigitannya itulah dibarengi oleh Ki Tolih dengan memasukkan tali kekang ke mulut kuda.
Cepat sekali sarung dibentangkan ke atas. Kemudian menutupi kepala kuda. Lalu diikat kencang dengan tali. Kuda pun jinak, dituntun menurut saja
Bersorak sorailah semua penonton yang melihat. Bergemuruh bersautan teriakan mereka. Kyai Tolih telah berhasil memenangkan sayembara sang raja.
Semua orang kagum melihat kuda yang menjadi jinak. Dituntun di belakang menurut saja. Bagaikan telah terkena guna-guna. Seoleh bersama pengasuhnya saja.
Padahal sesungghuhnya kuda itu kemasukan sukma sang burung garuda, tunggangan Kyai Tolih dari Bonokeling dahulu, saat hendak membunuh sang raja. Maka wajar bila langsung menurut pada Kyai Tolih. Karena sudah kembali bertemu pasangannya, yakni tali kekangnya yang lama.
Para punggawa sampai patih kagum melihatnya.
Demikianlah, Kyai Tolih terus berjalan, hingga sampailah di hadapan sang patih. Dengan menuntun kuda Kyai Patih menyampaikan pujiannya.
Berbagia hati sang patih. Ia kemudian berkata pelan, “Wahai, Kyai Tolih, kamu berhasil dan akan mendapat hadiah dari raja. Kamu sangat beruntung, Kyai Tolih. Saya pun turut bersyukur. Nanti akan saya sampaikan pada raja.”
Kyai Tolih kemudian menyembah.
Dan sampailah mereka di hadapan raja.
Kyai Patih memulai pembicaraan, “Wahai Paduka, Kyai Tolih sudah berhasil menyelesaikan sayembara. Kuda sudah berhasil ditangkap. Saya sangat kagum melihatnya. Memang benar-benar luar biasa kesaktian Kyai Tolih. Hingga kuda pun sudah bisa ditangkap. Bahkan menjadi jinak kembali, Paduka. Sudah tidak memberontak lagi.”
Sang Raja berkata penuh wibawa, “Kyai Patih, kalau memang begitu sampaikan pada Kyai Tolih agar segera menghadap. Saya tidak akan mengingkari janji saya. Pasti akan saya berikan padanya seorang istri putri keraton. Juga akan saya berikan wilayah dan kekuasaan padanya. Maka sekarang siapkan semuanya. Segala keperluan untuk pernikahan. Sekarang Kyai Tolih dandanilah, Kyai Patih. Nanti kalau sudah siap bawalah menghadap saya untuk masuk istana dan menerima seorang putri.”
Patih Gajah Mada menyembah, siap melaksanakan perintah. Raja Majapahit kemudian berkata lagi, “Dan lagi saya juga berkeinginan melihat tali kekang yang dipakai menangkap kuda saya. Tali kekang itu akan saya beri nama Kyai Macan Guguh!”