Setelah mengisahkan tentang asal mula pusaka Macan Guguh, Babad Banyumas kemudian menceritakan tentang Kesultanan Demak.
Tentu kaitannya dengan Kadipaten Wirasaba. Kadipaten Wirasaba yang sebelumnya menjadi bawahan Majapahit, kemudian beralih menjadi bawahan Kesultanan Demak.
Apa yang terjadi dengan Wirasaba menjadi bawahan Demak?
Simak kisah yang kemudian menjadi sejarah baru bagi Wirasaba. Perubahan itu terjadi pada masa Wirasaba di bawah kepemimpinan Adipati Warga Utama.
Selengkapnya, silahkan baca tulis terjemahan saya atas naskah “Serat Babad Banyumas Mertadiredjan” di bawah ini.
Sengaja tidak saya sertakan naskah asli dalam bahasa Jawanya. Agar pembaca lebih bisa menikmati Babad Banyumas sebagai buku bacaan.
Selamat membaca.
Dari Majapahit Ke Demak
Kejayaan Kerajaan Majapahit sudah berakhir
Kehendak Yang Kuasa selalu menentukan. Bahwa di Pulau Jawa nantinya agama Budha akan hilang, berganti dengan syariat Nabi, Rasul yang memiliki agama yang agung.
Kekuasaan beralih ke Kerajaan Demak. Yang menjadi maharaja di sana adalah putra Brawijaya, Raden Patah sang Sultan Demak. Para ulama menjadi penasehat kerajaan.
Sudah terkenal ke seluruh manca negara. Dengan berdirinya Kerajaan Demak, banyak kerajaan di sekelilingnya semua bergabung dan memeluk agama suci. Terkenal menjadi pembicaraan, sang raja yang bijaksana.
Sekarang yang dikisahkan adalah Kadipaten Wirasaba.
Adipati Warga Utama sudah mendengar kabar, bahwa Kerajaan Majapahit sekarang sudah tidak ada lagi. Berpindah ke Kerajaan Demak. Raden Patah menjadi rajanya. Sultan Demak menyejahterakan kerajaannya. Menyingkirkan agama Budha. Menyebarkan ajaran syariat Nabi. Para ulama yang mengajarkan.
Adipati Warga Utama bermaksud menghadap ke sana. Termasuk juga dengan Kyai Buwara.
Tidak diceritakan selama perjalanan, sampailah mereka di Kerajaan Demak. Sang Adipati menghadap Sultan.
Sang Sultan senang dan berkata, “Bersyukur, berbahagialah kamu sekarang bergantilah agama Islam.”
“Baiklah,” kata sang Adipati. “Memang begitulah maksud kami. Hamba punya sesepuh, namanya Kyai Buwara. Sekarang juga turut mengahadap Paduka. Apabila diperbolehkan beliau juga ingin belajar Islam.”
Sang sultan bahagia mendengarnya. Segera diajaklah Ki Ageng Buwara. Dibawa menuju ke masjid, diberinya pelajaran sampai selesai. Kemudian menghadap lagi pada sang raja. Kyai Buwara diberi wewenang menikahkan.
Sang Sultan pelan berkata, “Wahai Adipati Warga Utama, saya sangat berterimakasih. Kamu sudah saya ijinkan pulang. Hanya pesan dan perintah saya, seluruh rakyat yang ada di wilayahmu, di Kadipaten Wirasaba, ajaklah masuk Islam, jangan ada yang ketinggalan.”
Kyai Adipati bersiap menyanggupi .
“Wahai Paduka, saya punya saudara laki-laki hanya satu, yang bernama Suwarno, menetap di Panjer.”
Sang Sultan berkata wibawa, “Ajaklah masuk Islam saudaramu itu. Dan kamu angkatlah dia menjadi adipati di Panjer. Saya beri gelar Adipati Suwarno.”
Kyai Adipati sudah dijinkan pulang kembali ke Kadipaten Wirasaba .
Tidak diceritakan perjalannya, sampailah mereka di Kadipaten Wirasaba.
Waktu itu sang adik, Suwarno, kebetulan sedang berkunjung ke Kadipaten Wirasaba.
Sang adipati bahagia hatinya. Lalu disampaikanlah perintah sang sultan.
Sangat berbahagia hatinya. Suwarno sudah diberinya pelajaran oleh penghulu Kyai Buwara tentang aturan agama suci.
Dan semua rakyat di dua kadipaten itu, Panjer dan Wirasaba, semua sudah merata, laki perempuan semua masuk agama Islam.
Dikisahkan, Kyai Adipati Warga Utama, anaknya yang pertama adalah perempuan, sudah menikah. Yang menjadi menantu adalah anak dari adiknya, yakni Adipati Toyareka, hingga masih terhitung ketemu saudara .
Namun sang putri tadi, selama menjalani pernikahan tidak mau melayani sang suami. Karena hatinya tidak ada rasa sama sekali.
Seluruh orang tua sudah menasehati. Namun sang putri tidak juga menuruti. Tetap merasa jauh dari suaminya. Seolah sudah tidak lagi bisa dilanjutkan baik-baik. Akhirnya diceraikan menurut hukum dan berpisah.
Sudah syah sesuai dengan hukum Islam. Bahwa sang putri sudah menikah, namun tidak bisa berlanjut, karena tidak punya rasa cinta. Dan perempuan boleh menolak. Diceraikan secara hukum.