Asal Mula Keris Gajahendra dalam Babad Banyumas Mertadiredjan

September 2, 2022 ·

Buku Serial Bacaan Babad Banyumas karya NasSirun PurwOkartun yang mengisahkan tentang asal mula Keris Gajahendra.

Setelah mengisahkan tentang Raden Bagus Mangun, Babad Banyumas kemudian menceritakan tentang Ki Tolih.

Siapa Ki Tolih?

Ki Tolih adalah Patih Kerajaan Bonokeling yang diperintahkan rajanya untuk membunuh Raja Majapahit. Sebabnya karena dendam lama dari leluhurnya, Ciung Wanara yang kalah perang oleh Jaka Sesuruh, Raja Majapahit.

Ki Tolih pun berangkat ke Majapahit dengan mengendarai Garuda Endra, dengan dibekali sebuah keris pusaka.

Bagaimanakah kisah perjalanannya? Apakah berhasil membunuh sang raja Majapahit? Lalu, apa hubungan Ki Tolih dengan Raden Bagus Mangun atau Raden Jaka Kaiman?

Sebuah kisah yang seru yang membuat Babad Banyumas semakin menarik dinikmati sebagai sebuah kisah dongeng penuh legenda.

Kali ini adalah legenda tentang asal mula Keris Gajahendra, keris pusaka Kabupaten Banyumas. Keris yang setiap hari jadi Banyumas selalu diarak dalam pawai budaya.

Selengkapnya, silahkan baca tulis terjemahan saya atas naskah “Serat Babad Banyumas Mertadiredjan” di bawah ini.

Sengaja tidak saya sertakan naskah asli dalam bahasa Jawanya. Agar pembaca lebih bisa menikmati Babad Banyumas sebagai buku bacaan.

Selamat membaca.

Kisah Ki Tolih, Patih Kerajaan Bonokeling

Ki Tolih menerima keris pusaka dari Raja Bonokeling sebagai alat untuk membunuh Raja Majapahit dan seekor Garuda Endra sebagai kendaraan menuju Majapahit.

Tersebutlah Raja Bonokeling, cucu Raja Ciung Wanara. Karena ingat dendam lama leluhurnya kepada Raja Majapahit kemudian memerintahkan Kyai Tolih berangkat secepatnya naik burung garuda.

Garuda Endra segera terbang ke antariksa. Cepat melesat bagaikan kilat. Berpusar kencang di angkasa bagaikan badai angin ribut. Awan gemawan diterobos menyisih. Berputar saling bergoncangan Kencang sekali suara anginnya. Tidak tampak lagi dari bawah keberadaanya.

Tersebutlah Raja Ardiwijaya, raja Majapahit, raja yang tajam penglihatannya. Dikasihi oleh Yang Maha Kuasa hingga ia pun bisa merasakan kedatangan seorang mata-mata.

Dipanggilah Patih Gajah Mada menghadap pada sang raja.

Sang Raja kemudian berkata, “Wahai Patih, perintahkan rakyat malam ini juga, seluruh wilayah kerajaan, sumur-sumur ditutup semua. Hati-hati dan jangan ada yang terlupa. Siapa yang tidak menuruti  perintah saya ini berat hukumannya nanti.”

Sang Patih kemudian berpamitan untuk menyampaikan perintah. Gong pun dipukul keras-keras .

Dalah hati Sang Patih berpikir keras, “Ada apakah yang akan terjadi? Mengapa sang raja begitu keras perintahnya. Ah, akan saya coba sumur saya. Saya akan benar-benar jaga jangan sampai terlihat siapa juga.”

Maka demikianlah, setelah datang senja, bersiaplah sang patih bersembunyi di bawah lebat pohon nagasari, tak jauh dari sumur di halamannya.

Sang patih bersiap penuh hati-hati. Bersenjatakan sebatang tombak. Tak ada keraguan lagi.

Adapun sang penjahat itu masih terbang di angkasa dengan garudanya. Berkeliling ke seluruh wilayah keraton. Melayang-layang ke semua tempat. Kyai Tolih sudah melihat dengan seksama. Ia sudah tahu tempat tepatnya letak keraton Majapahit.

Kyai Tolih berkata dalam hati, “Begini sekarang istana Majapahit. Ternyata sangat indah dipandang mata apalagi bila dilihat dari angkasa. Ternyata megah sekali kerajaannya. Begitu indah bangunan di dalamnya. Tak salah lagi dugaan saya.

Namun sekaligus angker juga keraton ini. Saya lihat dari angkasa, kadang terlihat kadang hilang. Sebuah pengaruh dari besarnya keagungan sang raja. Namun meskipun begitu saya tak pernah merasa takut, karena saya pernah memenggal kepala seorang raja. Hai, camkan itu Raja Majapahit, seberapa kehebatanmu. Tak urung kau akan celaka olehku.”

Maka segeralah ia memerintahkan turun. Kepada Garuda Endra yang sedang melayang-layang agar segera meluncur menuju keraton Majapahit. Terbang bagaian kencangnya angin bertiup untuk segera masuk ke dalam istana.

Namun mendadak gelap dalam pandangannya. Kyai Tolih tiba-tiba kehilangan kesaktiannya. Tak ada kekuatan sama sekali padanya. Guna-guna miliknya menjadi sirna. Sang garuda pun dibuat bingung tak tahu arah utara selatan. Beterbangan ke sana ke mari tidak karuan tujuan. Hingga terbang sekenanya.

Memang dijaga Yang Maha Kuasa. Keraton Majapahit menjadi menakutkan. Kerajaan seorang raja besar, raja yang mempunyai tuah, keturunan dari leluhur yang dikasihi Tuhan, Raja besar Brawijaya, pengaruhnya membuat celaka.

Yang tengah kelimpungan jalannya. Burung Garuda Endra terbang tidak tahu arah. Yang menaiki menjadi bingung dibuatnya. Hatinya resah gelisah tidak karuan. Seluruh ilmunya hilang, lemas badannya. Sudah tak punya lagi keberanian. Kyai Tolih pusing bercampur sedih hati.

Sampai akhirnya sang garuda sangat lelah dan haus luar biasa. Namun melihat ke utara ke selatan di luar istana kerajaan terlihat sangat terang namun tak ada air. Seluruh sumur terlihat tertutup hingga menjauhlah dari istana untuk mencari air.

Setelah lama terbang, ia melihat ada sumur di tengah halaman yang tidak ditutup.

Terlihat jernih berkilauan airnya. Turunlah segera sang burung ke sana, membuat angin puyuh bergemuruh.

Bergetar bagai gempa halaman rumah sang patih. Angin kencang bertiup sangat menakutkan. Tanaman hiasan saling bertumbangan. Dahan-dahan pohon patah berjatuhan. Tanaman bunga hancur berantakan.

Kyai Patih bertanya dalam hati, sambil tetap sembunyi di bawah pohon nagasari.

Nyata seorang perwira utama. Gajah Mada tidak takut akan bahaya. Dengan segala kewaspadaannya. Ia tahu ada burung yang jatuh. Begitu besar dalam pandangannya. Dan di atasnya ada penunggangnya, tengah menghunus keris begitu mengerikan.

Kyai Patih bertanya dalam hati, “Siapa gerangan penjahat yang saya lihat ini? Kenapa menunggang burung? Apakah sebangsa jin jahat? Ataukah dewa yang sedang keliling dunia? Mengapa datang menghunus keris? Ataukah dia manusia? Seorang mata-mata pencuri yang sungguh sangat sakti, yang ingin membunuh raja? Tidak salah apa yang saya lakukan. Itulah akibatnya kemudian mengapa raja memerintahkan untuk menutup semua sumur.”

“Hai, kamu, penjahat berhati-hatilah. Tidak urung engkau akan mati juga. Jangan berpura-pura tidak tahu saya. Sang garuda tungganganmu itu melayang gugup karena mencari air. Akhirnya meluncur ke bawah!,” berteriak keras sang patih.

Kemudian ditombak dadanya. Jatuh terjengkang sang garuda. Bergelimpangan jatuh berdebam. Di tanah bergulingan kesakitan. Kyai Tolih terpental jatuh telungkup. Jatuh kesakitan amat sangat. Terlontar sangat jauh.

Dengan sigap sang patih meloncat. Diinjak keras dada Kyai Tolih. Kedua tangannya kemudian diikat. Penjahat itu tak bisa lagi bergerak.

Tak berapa lama Kyai Toloh sada dan mendengar teriakan sesumbar sang patih, “Hai pencuri, kalau bisa coba kamu lepaskan diri! Keluarkan semua kekuatanmu! Kalau kamu bisa melawan saya! Saya tunggu sekuat tenagamu! Kamu tidak akan kecewa, cocok adu kesaktikan dengan saya! Saya ini Gajah Mada, Patih keraton Majapahit.

Apa memang sudah tuli telingamu? Tidak mendengar kabar kalau Majapahit mempunyai seorang patih yang sudah sangat terkenal. Menjadi panglima perang gagah berani, kepercayaan para raja-raja, sebagai patih turun temurun. Hai, kamu penjahat dari mana? Mengapa lancang masuk ke sini. Sombong sekali kamu ini. Pencuri yang bertindak jahat. Tak akan berhasil niatmu itu. Selama saya masih hidup. Berkatalah sejujurnya pada saya ! Kalau kamu tidak mau berterus terang, akan saya cabik-cabik tubuhmu nanti. Bangkaimu saya jadikan makanan anjing. Namun kalau kamu mau berkata sejujurnya. Saya jadikan tawanan pada raja saya.”

Kyai Tolih berkata memelas memohon. Bagaikan terikat sudah hatinya

Pelan Kyai Tolih berkata, “Perkenalkan saya adalah seorang patih. Utusan dari Raja Bonokeling, diperintah membunuh raja Majapahit. Dulu sekali saya sudah pernah diutus untuk mencelakakan sang raja, Prabu Brawijaya almarhum. Sayalah yang melukainya di tengah hutan. Sementara sekarang, tunggangan saya, tak bisa dicegah turun karena haus sekali ingin minum. Ketika melihat sumur langsung turun. Saya sudah merasa kalah perang. Menyerahkan hidup dan mati saya. Saya sekarang bertaubat, Ki Patih.”

“Kalau begitu, kamu saya bawa ke hadapan raja!”

Dikisahkan pada pagi hari kemudian Patih Gajah Mada menghadap raja. Bersama para punggawa dan mantri. Lengkap semua di harapan sang raja.

Pencuri yang terikat dihadapkan ke depan. Kyai Tolih dijaga dengan sangat ketat oleh para prajurit, perwira, dan mantri. Semua yang hadir terheran-heran melihatnya.

Para pejabat kepercayaan Majapahit semua kagum dibuatnya. Memuji dalam hati kehebatan Patih Gajah Mada.

Ki Patih menyembah sambil berkata, “Paduka, saya mau melaporkan. Harap menjadi pengetahuan paduka bahwa tadi malam hamba menangkap penjahat.”

Diceritakanlah semua yang dilakukan.

Banggalah hati sang raja. Bersyukur pada Yang Kuasa.

Katanya, “Terima kasihku yang besar terimalah. Nanti, saya ingin lihat keris yang dibawanya.”

Dengan penuh seksama, Ki Patih  memberikan keris yang dirampasnya.

Diterima oleh sang raja, heran dalam hatinya. Ternyata keris itu adalah pusaka Raja Bonokeling. Yang telah diberikan pada si penjahat untuk membunuh sang raja.”

Sang raja berkata, “Sekarang saya beri nama keris ini Gajah Endra. Sebab penjahat itu datang dengan naik burung Garuda Endra dan yang menangkap adalah Gajah Mada. Adapun si Tolih tidak akan saya bunuh. Saya berikan ampunan untuknya.”

Kategori:Babadan
SEUWISE

Asal Mula Kyai Macan Guguh dalam Babad Banyumas Mertadiredjan

Setelah mengisahkan tentang asal mula keris pusaka Banyumas, Kanjeng Kyai Gajahendra, Babad Banyumas kemudian menceritakan tentang asal mula pusaka Kanjeng Kyai Macanguguh. Keris pusaka dinamakan Gajahendra karena bermula dari peristiwa terbunuhnya garuda Endra oleh Patih Gajahmada. Lantas penamaan pusaka Macan…
WACA
SEDURUNGE

Kisah Raden Bagus Mangun dalam Babad Banyumas Mertadiredjan

Setelah mengisahkan tentang ketiga anak Raden Baribin, kisah Babad Banyumas berlanjut dengan cucunya. Yaitu Raden Jaka Kaiman, putra Raden Banyak Sasra. Dikisahkan setelah menetap di Pasir Luhur, Raden Banyak Sasra menikah dengan putri Adipati Pasir Luhur yang bernama Dewi Sriyati.…
WACA
LIYANE

Babad Banyumas Wirjaatmadjan Banyumasan

Segera Terbit
WACA
LIYANE

Urutan Adipati Wirasaba Menurut Babad Banyumas Mertadiredjan

“Serat Babad Banyumas” menceritakan tentang keberadaan sebuah kadipaten bernama Wirasaba. Dengan pendirinya bernama Raden Paguwan yang kemudian bergelar Adipati Wira Hudaya. Karena usia tua, Adipati pertama Wirasaba itu kemudian mengundurkan diri. Kedudukannya digantikan oleh anaknya, Raden Urang. Raja Majapahit memberinya…
WACA
LIYANE

Bagus Mangun Menjadi Abdi Dalem Wirasaba dalam Babad Banyumas Mertadiredjan

Setelah mengisahkan tentang Kadipaten Wirasaba sebagai bawahan Kesultanan Demak, Babad Banyumas kemudian melanjutkan kisah tentang Bagus Mangun. Siapa Bagus Mangun? Ia adalah anak yatim piatu yang diasuh oleh keluarga bibinya, Nyai Mranggi. Sang bibi menikah dengan pembuat warangka keris, Kyai…
WACA
LIYANE

Babad Banyumas Wirjaatmadjan

Selain “Serat Babad Banyumas Mertadiredjan” dalam bentuk tembang (puisi), ada juga naskah “Babad Banyumas Wirjaatmadjan” yang ditulis dalam bentuk gancaran (prosa). Keduanya seolah saling melengkapi. Bila babad yang pertama berkisah tentang awal mula berdirinya Kabupaten Banyumas, yang kedua lebih banyak…
WACA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Babad Banyumas - Rujukan Utama Sejarah Banyumas.