Sudah lama Sungai Banyumas hilang. Hilang secara fisik, tidak ada lagi bekasnya. Hilang secara ingatan, sudah banyak yang melupakan. Padahal, keistimewaan kota Banyumas karena keberadaan sungai itu.
Sejarah kota Banyumas berbeda dengan kota yang lain. Biasanya nama kota berasal dari sebuah desa yang kemudian berkembang menjadi kota. Sementara di kota Banyumas justru tidak ditemukan desa Banyumas yang menjadi asal muasalnya.
Di kota tua tersebut kita hanya menemukan 4 desa yang sering dianggap orang sebagai Banyumas. Yaitu desa Kedunguter, Sudagaran, Kejawar, dan Pakunden. Namun, tidak ada desa yang bernama Banyumas.
Karena ternyata, kota Banyumas bukan berasal dari nama desa. Melainkan dari nama sungai. Sungai Banyumas.
Namun, karena alirannya sudah hilang, sungai Banyumas pun ikut hilang dari ingatan masyarakatnya.
Sungai Banyumas bermata air dari Sumur Mas. Sebuah sumber yang airnya sangat jernih hingga sering disebut zam-zamnya Banyumas. Suatu mata air purba yang terletak di bekas alun-alun Kadipaten Selarong, peninggalan Panembahan Kalibening.
Selarong adalah nama lama sebelum dinamakan Banyumas oleh Raden Jaka Kaiman. Tempat tersebut kemudian menjadi ibu kota Banyumas yang baru pada masa Tumenggung Yudanegara II menjadi Adipati Banyumas.
Konon ada lima sungai yang bermata air dari Sumur Mas. Salah satunya adalah Sungai Banyumas yang mengalir ke arah barat daya. Sungai yang kemudian tercatat dalam Babad Banyumas, karena menjadi penanda tempat bagi Raden Jaka Kaiman ketika akan mendirikan Kadipaten Banyumas.
Nilai penting Sungai Banyumas bisa dilacak dari catatan dalam Babad Banyumas Wirjaatmadjan. Dikisahkan ketika Raden Jaka Kaiman (Adipati Mrapat) akan membangun kota Banyumas, petunjuk yang didapat adalah tempat pertemuan dua sungai. Yaitu Sungai Pasinggangan dan Sungai Banyumas.
“Kacariyos Ki Dipati Mrapat boten kersa dedalem ing Wirasaba, kersanipun bade dedalem ing pasiten telatah dusun Kejawar, wonten ing pinggiripun kidul lepen Serayu, kaprenah saeler kilenipun dusun Kejawar. Kaleres wetanipun celak kaliyan tempuripun lepen Pasingganan lan lepen Serayu.”
“Dikisahkan Adipati Mrapat tidak mau bertempat tinggal di Wirasaba, berkeinginan membangun tempat yang baru di wilayah desa Kejawar. Berada di pinggir selatan Sungai Serayu, di sebelah barat laut desa Kejawar. Tepatnya di sebelah timur pertemuan Sungai Pasinggangan dan Sungai Banyumas.”
Begitulah keterangan tentang Sungai Banyumas dalam “Babad Banyumas Wirjaatmadjan”.
Dulunya Sungai Banyumas mengalir ke barat daya sampai kemudian bertemu dengan Sungai Pasinggangan yang mengalir dari arah barat. Setelah bertemu, kemudian berkelok ke utara, ke barat, hingga bermuara di Sungai Serayu.
Namun, masyarakat sekarang justru menyebut Sungai Banyumas adalah nama sungai setelah pertemuan dua sungai tersebut. Mungkin penyebutan itu karena dulunya tempat tersebut adalah ibu kota Kadipaten Banyumas. Sekarang, sungai itu membelah dua desa, yakni desa Pakunden dan Kalisube.
Sejak Tumenggung Yudanegara II membangun ibu kota Banyumas yang baru pada tahun 1727-1743, Sungai Banyumas yang asli perlahan menghilang.
Karena untuk mengalirkan air dari Rawa Tembelang di selatan kabupaten, sang bupati membangun sungai baru yang bernama Kaligawe.
Penggalian Kaligawe dari selatan ke utara itu memotong aliran Sungai Banyumas yang mengalir dari timur ke barat. Sejak itulah Sungai Banyumas yang aliran aslinya hanya saluran air kecil saja mulai tertutup tanah. Hingga sekarang sudah benar-benar tidak terlihat lagi jalurnya.
Plesiran Babad Banyumas beberapa kali menggelar acara penelusuran tentang sejarah sungai yang hilang tersebut. Mengikuti bekas alirannya pada jaman dulu yang sekarang sudah menjadi jalan raya dan perkampungan penduduk. Seakan melacak jejak masa silam yang juga seringkali tenggelam dalam arus sejarah yang kemudian.