Plesiran Babad Banyumas Ke Masjid Agung Nur Sulaiman

February 2, 2022 ·

Plesiran Babad Banyumas adalah jalan-jalan sejarah untuk melacak jejak sejarah Banyumas. Masjid Agung Kabupaten Banyumas didirikan tahun 1727 dan tidak punya nama. Baru pada tahun 1992, setelah 250 tahun lebih, baru diberi nama “Nur Sulaiman”.

Masjid Agung Nur Sulaiman adalah masjid kebanggaan Kabupaten Banyumas. Dibangun pada masa pemerintahan Bupati Banyumas ke-7, Tumenggung Yudanegara II (1727-1743).

Setelah memindah ibu kota dari Banyumas lama, sang bupati membangun ibu kota yang baru dengan mendirikan dua bangunan utama, yaitu pendapa dan masjid. Pendapa kabupatennya diberi nama Sipanji. Diambil dari nama anaknya, Raden Panji Gandakusuma. Sedangkan masjid kabupatennya tidak diberi nama.

Dalam Babad Banyumas tidak disebutkan kapan pastinya Masjid Kabupaten Banyumas dibangun. Namun, dalam tradisi keraton Jawa, setelah raja membangun istana, kemudian dilanjutkan dengan membangun masjid. Maka, demikianlah yang mungkin terjadi di Banyumas. Hingga diperkirakan pendiriannya setelah tahun 1727. Karena Yudanegara II dilantik menjadi Bupati Banyumas pada 2 Juli 1727.

Keterangan itu saya dapatkan dari buku “Kenang-Kenangan Pangeran Gandasubrata” yang merupakan catatan harian Bupati Banyumas ke-18.

Tokoh yang merancang Masjid Banyumas adalah Nurdaiman, Demang Gumelem. Karena memang ada hubungan antara Kabupaten Banyumas dengan Kademangan Gumelem.

Ngabehi Janah, Bupati Banyumas kedua, anak Adipati Mrapat, menikah dengan anak Demang Gumelem. Hingga ketika ibu kota Banyumas pindah ke tempat yang baru, umpak batu dari pendapa lama tidak dibawa, melainkan dibawa ke Gumelem.

Selain membangun masjid Kabupaten Banyumas, Nurdaiman juga membangun masjid di Kademangan Gumelem. Masjid yang bentuknya sama, juga susunan rangka atapnya, dengan masjid yang dibangun di Banyumas.

Tentu pada pembangunan pertama bangunan Masjid Banyumas masih menggunakan bahan bambu atau kayu. Bukan hanya untuk tiang dan atapnya saja, dindingnya pun berupa anyaman bambu atau papan kayu. Yang pasti belum menggunakan tembok seperti sekarang. Karena pembangunan tembok adalah hasil dari pemugaran berikutnya.

Tahun pendiriannya memang tidak diketahui pasti. Namun pemugaran pertama diketahui dari catatan harian Pangeran Gandasubrata tersebut. Tercatat tahun 1889. Dilakukan oleh ayah dari Pangerang Gandasubrata, yaknti Adipati Mertadiredja III, Bupati Banyumas yang ke-17.

Adipati Mertadiredja III adalah sosok pemimpin yang dikenal taat dalam beragama, bupati yang islami, pengikut tarekat Naksabandiyah, serta hafidz quran. Karena itulah tak heran hingga tergerak memugar masjid kabupaten yang waktu itu sudah berusia 350-an tahun lebih.

Lima tahun kemudian, pada tahun 1894 Masjid Banyumas dilengkapi dengan bedug dan kentongan. Angka tahun 1894 tersebut tertulis sebagai prasasti pada gantungan bedug dengan tahun Hijriyah 1312. Sampai sekarang masih ada.

Pemugaran kedua dilakukan 10 tahun setelah pemugaran pertama. Yaitu pada tahun 1899. Tepatnya tanggal 24 Oktober 1899 atau 18 Jumadil Akhir 1327 Hijriyah. Dikerjakan kembali oleh Adipati Mertadiredja III, yang juga membangun tiga buah mushola di rumahnya, Dalem Pangeranan. Mushola yang salah satunya kelak ikut dipindah ke makamnya, setelah sang adipati meninggal pada tahun 1927.

Pemugaran ketiga dilakukan 30 tahun setelah pemugaran kedua. Yaitu pada tahun 1929 oleh Bupati Banyumas ke-18, Pangeran Gandasubrata, anak Adipati Mertadiredja III. Lantai yang sebelumnya plesteran semen diganti dengan tegel bercorak. Lantai yang sama sama coraknya dengan lantai untuk rumahnya, Dalem Kepangeranan, dan kantornya, Dalem Kabupaten.

Pemugaran keempat dikerjakan 51 tahun sejak pemugaran ketiga. Yaitu pada tahun 1980. Pemugaran yang dilakukan secara besar-besaran, meliputi pembongkaran pagar tembok serambi, penggantian atap seng, pengecatan atap seng, pembongkaran pagar emper serambi, penggantian kayu usuk atap, perbaikan tempat wudhu sebelah utara, perbaikan pagar tembok sebelah selatan dan barat, serta pengecatan tiang.

Sejak didirikan oleh Tumenggung Yudanegara II, masjid agung Kabupaten Banyumas tidak memiliki nama. Barulah pada tahun 1992 masjid besar tersebut diberi nama Masjid Agung Nur Sulaiman. Nur Sulaiman adalah nama ulama yang berdakwah di masjid tersebut.

Pada tahun 1998 dilakukan pemugaran yang kelima. Berselang 18 tahun dari pemugaran keempat. Semua tiang dan ornamen beserta pintu masjid diplitur warna coklat. Sebuah pemerataan warna yang justru mengurangi keindahan ornamen masjid tua. Karena salah satu ciri khas masjid Banyumas adalah ornamen yang warna-warni sehingga terasa situasi alamiahnya.

Kategori:Plesiran
SEUWISE

Sungai Yang Hilang dalam Plesiran Babad Banyumas

Sudah lama Sungai Banyumas hilang. Hilang secara fisik, tidak ada lagi bekasnya. Hilang secara ingatan, sudah banyak yang melupakan. Padahal, keistimewaan kota Banyumas karena keberadaan sungai itu. Sejarah kota Banyumas berbeda dengan kota yang lain. Biasanya nama kota berasal dari…
WACA
LIYANE

Ada Apa Dengan Babad Banyumas?

Babad Banyumas adalah babad yang kaya naskahnya. Konon, sampai tahun 2010, sudah ditemukan 101 naskah dengan 65 versi. Jumlah 101 teks naskah itu meliputi 43 teks naskah, 38 teks ketikan, dan 20 teks cetakan. Sementara 65 versinya terdiri dari 56…
WACA
LIYANE

Pentingnya Membaca Babad Banyumas Dari Sumber Naskah Aslinya

Setahu saya, pengarang sangat menghindari pengulangan kata dalam setiap kalimat yang ditulisnya. Juga sangat menghindari pengulangan kalimat dalam paragraf yang dituliskan dalam satu alineanya. Apalagi para pujangga, penulis tembang Jawa, para pengarang jaman dulu yang harus tunduk pada aturan lagu…
WACA
LIYANE

Menovelkan Kisah Babad Banyumas

Buku Babad Banyumas terjemahan saya, baik Mertadiredjan maupun Wirjaatmadjan, diterbitkan lengkap dengan latin Jawanya. Naskah Babad Banyumas Mertadiredjan aslinya berupa tembang Macapat (puisi). Naskah Babad Banyumas Wirjaatmadjan aslinya berupa gancaran (prosa). Dalam tata letak bukunya, naskah asli di halaman kiri…
WACA
LIYANE

Babad Banyumas Wirjaatmadjan

Selain “Serat Babad Banyumas Mertadiredjan” dalam bentuk tembang (puisi), ada juga naskah “Babad Banyumas Wirjaatmadjan” yang ditulis dalam bentuk gancaran (prosa). Keduanya seolah saling melengkapi. Bila babad yang pertama berkisah tentang awal mula berdirinya Kabupaten Banyumas, yang kedua lebih banyak…
WACA
LIYANE

Pohon Tembaga dalam Plesiran Babad Banyumas

Petunjuk utama adalah pohon Tembaga. Petunjuk tentang tempat di mana Adipati Mrapat harus mendirikan ibu kota Kabupaten Banyumas. “Yen sirarsa widada, ing kawibawanireku, amengkoni Wirasaba, sira ngaliha nagari, saking bumi Wirasaba, sira manggona ing kulon, ing tanah bumi Kejawar, prenah…
WACA

KOMENTAR

Babad Banyumas - Rujukan Utama Sejarah Banyumas.