Setelah mengisahkan tentang ketampanan Raden Katuhu, Serat Babad Banyumas kemudian menceritakan tentang pertemuan Raden Katuhu dengan raja Majapahit.
Raden Katuhu adalah anak pertama Raden Baribin. Raden Baribin adalah adik raja Majapahit. Maka, pertemuan Katuhu dengan raja Majapahit adalah pertemuan antara keponakan dengan pamannya.
Pada jaman dulu, raja Majapahit pernah mengusir Raden Baribin. Maka, kedatangan sang anak sangat membuat haru raja Mapahit, yang telah menyadari kekeliruannya. Sang raja merasa bersalah karena telah mengusir sang adik yang tidak punya kesalahan.
Sebagai tanda permintaan maaf maka sang raja meminta Raden Katuhu menetap di Majapahit menggantikan sang ayah yang telah berada di Pajajaran. Namun, Raden Katuhu menolak karena telah merasa kerasan tinggal di Wirasaba.
Maka sebagai gantinya Raden Katuhu diangkat menjadi adipati Wirasaba, menggantikan ayah angkatnya. Raden Katuhu pun mendapat gelar Marga Utama. Karena dari pertemuan itu menjadi jalan kembalinya persaudaraan mereka.
Selengkapnya, silahkan baca tulis terjemahan saya atas naskah Serat Babad Banyumas Mertadiredjan di bawah ini.
Sengaja tidak saya sertakan naskah asli dalam bahasa Jawanya. Agar pembaca lebih bisa menikmati Babad Banyumas sebagai buku bacaan.
Selamat membaca.
Raden Katuhu Menjadi Adipati Wirasaba
Pada suatu ketika, tersebutlah pada bulan Sapar. Adipati Paguwan menderita sakit.
Saat sakitnya sedang kambuh, Raden Kaduhu dipanggilnya. Kemudian menghadaplah dan menyembah.
Sang adipati pelan berkata, “Anakku, menghadaplah ke Majapahit. Upeti persembahan kita antarkanlah kepada Sang Prabu Majapahit. Berangkatlah bersama pamanm, Ki Buwang menjadi teman perjalananmu.”
Sang adipati memeritahnya rakyat Kadipaten Wirasaba untuk iku mengiringkan keberangkatan Raden Kaduhu.
Kemudian berangkatlah ke Majapahit. Ki Buwang mengiring di belakang.
Dalam perjalanan tidak dikisahkan, hingga sampailah di Majapahit. Mereka mengindap di pondokan. Sampai tujuh hari lamanya. Kemudian Raden Kaduhu masuk istana menyampaikan upeti pada sang raja. Disampaikan kepada Kyai Patih.
Raden Kaduhu berkata, “Hamba diperintah oleh adipati Wirasaba menyampaikan upeti pesembahan pada sang raja. Bahwa ayah saya tidak bisa menghadap karena sedang sakit.”
Gajah Mada pelan bertanya, “Kamu anaknya adipati Wirasaba dam sekarang menjadi utusan?”
Raden Kaduhu berkata sopan, “Saya adalah anak lelakinya.”
Kyai Patih lalu masuk istana. Sampai di hadapan sang raja, di paseban tempat menghadap. Upeti persembahan sudah ditata teratur. Sang raja pun kagum melihatnya.
Kyai patih kemudian menyembah dan berkata pada sang raja, “Bawahan Paduka, Adipati Paguwan tidak bisa menghadap karena sedang menderita sakit. Hingga mewakilkan anaknya menghadap. Raden Kahutu namanya. Mengantarkan upeti persembahan.”
Sang raja berkata wibawa, “Baiklah, saya terima persembahannya, Kyai Patih.”
Kyai Patih kemudian keluar. Raden Kaduhu mengikuti dari belakang. Bergantian memberikan sembah. Raden Kaduhu juga Kyai Patih keluar dari istana.
Raden Kaduhu sudah keluar dari istana, kembali ke pondokannya lagi.
Cukup lama berada di Majapahit. Hingga suatu ketika pada malam Jumat pondokannya terlihat menyala. Bagai api berkobar menjilat-jilat.
Sang raja kaget melihatnya. Pondokan Wirasaba terbakar habis. Sang raja segera mengutus prajurit melihat apa yang terjadi.
Sesampainya di tempat yang dituju, ternyata pondokan Wirasaba masih utuh. Api yang menyala menghilang entah ke mana, tidak terlihat sedikit pun bekas kebakaran. Prajurit utusanpun melaporkan tentang pondokan yang selamat.
Sang raja sangat terkejut dibuatnya mendengar semua laporan utusannya. Padahal sudah tiga kali malam Jumat, kalau malam selalu terlihat api menyala. Hingga sang raja kemudian berkata, “Besok panggil Raden Kaduhu segera menghadap saya!”
Paginya, utusan langsung keluar menuju ke pondokan Wirasaba. Menyampaikan panggilan sang raja. Disampaikan pada Raden Kaduhu untuk menghadap baginda raja.
Raden Kaduhu segera menghadap. Sampai di depan rang raja segera memberikan hormat.
Sang raja bertanya pelan, “Mengapa Adipati Paguwan tidak datang ke Majapahit? Adipati Paguwan dulu berkata bahwa dia tidak punya anak. Sekarang kamu mengaku anaknya. Maka kamu anak dari mana? Coba berkatalah yang sebenarnya. Bila tidak jujur maka akan celaka.”
Raden Kaduhu kecut hatinya. Ia merasa, mati hanya sekali. Kalau ia mengaku sejujurnya matinya menemukan kebaikan.
Raden Kaduhu menyembah sambil berkata, “Asal mula saya dulu dari Pajajaran, Paduka. Ayah saya adalah seorang pertapa yang menetap di gunung bernama Raden Pandita Putra. Kemudian diangkat anak oleh bawahan Paduka, Adipati Paguwan.”
Tercengang sang prabu mendengarnya. Ada yang terkenang dalam ingatan. Tentang sang adik, Raden Putra, yang dulu mengungsi ke Pajajaran.
Pelan ucapan sang raja, “Anakku, saya ingin tahu. Coba perlihatkan kerismu sebentar.”
Raden Kaduhu memberikan pusakanya. Ditariklah keris itu dari tempatnya. Dan terkejutlah sang raja melihatnya. Kemudian disamakan dengan keris yang dipakainya. Tampak kembar tak ada bedanya. Ingatlah sang raja tentang wasiat itu. Tentang keris yang dipakai sang adik dahulu.
Sang Prabu kemudian berkata, “Benar, kamu adalah anak adikku. Kamu adalah anak Raden Putra.”
Raden Kaduhu berkata, “Memang benar.”
Sang raja kemudian memegang tangannya. Tangan yang sama dengan tangan adiknya. Tanda yang mendukung bukti wasiatnya. Raden Kaduhu pun kemudian didekap erat.
Setelah dilepas dekapannya, berlinanglah mata sang raja. Karena sayangnya pada sang adik yang sudah berpisah sangat lama.
Sang Raja kemudian berkata, “Wahai Kaduhu anakku, sekarang kamu saya minta
untuk tinggal menetap ke istana. Jangan lagi berdiam di desa. Kamu adalah seorang bangsawan. Biar keberadaanmu bisa menghibur hatiku. Sebagai pengobat rinduku pada ayahmu.”
Raden Kaduhu menyembah dan berkata, “Mohon beribu maaf, Paduka. Ijinkanlah saya tetap di desa. Saudara-saudara saya rakyat jelata. Kadipaten Wirasaba juga luas wilayahnya. Itu yang membuat saya betah di sana.”
Sang raja berkata bijak , “Baiklah, anakku, saya turuti permintaanmu. Dan saya akan memberikan wilayah untukmu, Sebelah timur batasnya adalah Gunung Sumbing.
Sebelah barat batasnya adalah Kerawang. Dan kamu saya berikan seorang putri sebagai istri. Sudah menjadi kehendak Yang Maha Agung kamu sekarang bertemu dengan saya. Adipati Paguwan yang menjadi jalannya. Utamanya kita bisa bertemu begini. Karena itulah saya beri nama kamu Adipati Marga Utama.”