Babad Pasirluhur dan Lahirnya Kota Purwokerto

October 17, 2022 ·

NasSirun PurwOkartun dengan buku terjemahan “Babad Pasirluhur” yang baru dilaunching pada 9 Oktober 2022 dalam rangka memperingati Hari Jadi Kabupaten Purwokerto

Awalnya saya sudah menjaga diri untuk tidak tertarik membaca Babad Pasir. Karena saya orangnya gampang penasaran. Repotnya, kalau sudah penasaran maka sulit untuk tidak menelisik lebih jauh demi mencari jawaban.

Dulu, tahun 2000, ketika saya masih di Solo, saya tertarik membaca Babad Tanah Jawi, Babad Demak,  dan Babad Pajang, saya penasaran dengan sosok Haryo Penangsang. Akhirnya saya menelisik lebih jauh, ingin tahu lebih dalam, sampai 18 tahun lamanya, hingga terbitlah 15 judul Serial Penangsang.

Kemarin, tahun 2014, ketika saya pulang kampung ke Banyumas, saya tertarik membaca Babad Banyumas. Saya penasaran dengan jejak sejarahnya. Hingga seluruh nama dan tempat yang tercatat saya telusuri jejaknya. Hasilnya, 7 tahun saya belajar Babad Banyumas, sampai terbit 50 judul Serial Babad Banyumas.

Akhirnya, saya mencoba benar-benar menahan diri untuk tidak tertarik membaca Babad Pasir. Karena saya tahu, kalau sudah tertarik maka akan penasaran, selanjutnya bakal menelisik lebih jauh.

Sebab bagi saya, membaca bukan sekadar membaca saja.

Hal itu tidak sederhana, sebab memerlukan banyak energi, banyak waktu, dan banyak biaya. Saya pasti akan banyak membaca sebanyak mungkin tulisan tentang sejarah Pasir, akan belajar memahami silsilah Pasir, dan harus mendatangi seluruh tempat yang tertulis dalam kisah Babad Pasir.

Karena begitulah pengalaman sebelumnya ketika saya penasaran dengan sosok Penangsang dan Babad Banyumas. Saya berkeliling ke seluruh makam dan petilasan.

Ketika dulu penasaran dengan tokoh Penangsang, saya berkali datang ke Jipang Panolan, bekas kadipaten Penangsang, yang sekarang berada di Cepu, Blora, untuk mendapat gambaran.

Karena Penangsang adalah murid Sunan Kudus, saya pun berkeliling ke seluruh petilasan di Kudus yang terkait dengan guru Penangsang. Semua tempat saya datangi untuk menambah gambaran masa lalu kota Kudus jaman Demak.

Karena Penangsang dikisahkan mati atas suruhan Joko Tingkir, saya pun berziarah ke seluruh tempat yang berhubungan dengan sang adipati Pajang. Dari mulai Pengging, tempat kelahirannya, sampai ke Pajang bekas keratonnya, hingga di Butuh tempat makamnya.

Dan, masih banyak tempat yang tersebar di Demak, Pati, Jepara, Rembang, Sukoharjo, Kartasura, hingga Boyolali, yang saya ziarahi demi mengobati penasaran saya.

Begitupun ketika saya penasaran dengan kisah Babad Banyumas. Saya kembali berkeliling tiap pekan untuk menjelajah ke seluruh tempat yang disebut dalam babad.

Tentu yang pertama adalah tempat yang menjadi awal mula Banyumas, yaitu Kadipaten Wirasaba. Saya melacak jejaknya, meski hanya menemukan makam para adipatinya saja.

Kemudian tempat yang menjadi pusat pemerintahan pertama  Banyumas, yang sekarang menjadi Makam Tembagan.

Dan, penasaran berlanjut hingga saya berziarah ke Dawuhan, Bonokeling, Cikakak, Grenggeng, Gunung Prabu, Gunung Brawijaya, Sikanco, Kejawar, Kaleng, Sempor, Kalijirek, Pasir, Wanasepi, Pekuncen, Ujung Giri, hingga ke Imogiri.

Semua makam yang berada di Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen, sudah saya ziarahi.

Hal yang memusingkan ketika penasaran dengan nama tokoh. Saya harus membaca banyak silsilah dengan ribuan nama.

NasSirun PurwOkartun bersama dokter Soedarmadji, sejarawan Banyumas, kolektor naskah babad, sedang memperkenalkan buku susunan dokter Soedarmadji yang disunting oleh NasSirun PurOkartun, berjudul “Di Balik Babad Banyumas”.

Beruntung saya bertemu sosok yang dikenal “empunya babad” di Banyumas, yaitu dokter Soedarmadji. Dari beliaulah banyak penasaran saya mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Bahkan, dari beliau pula, saya kemudian mendapatkan naskah Babad Pasir. Sesuatu yang sebenarnya ingin saya jauhi, namun ternyata tertarik juga, hingga akhirnya saya terjemahkan.

Terjemahan ini saya lakukan bukan karena saya ahli bahasa yang punya kapasitas untuk membaca naskah lama. Namun, saya (terpaksa) harus lakukan karena 3 alasan.

Alasan pertama, selama saya membaca Babad Banyumas, saya melihat nasib Babad Pasir sama dengan Babad Banyumas. Tidak ditemukan buku terjemah yang gampang diakses masyarakat. Saya belum menemukan di toko buku ataupun perpustakaan. Adanya buku lama, itupun tidak terbit lagi.

Alasan kedua, Babad Pasir adalah satu paket dengan Babad Banyumas. Pada akhir Babad Pasir menuturkan hubungan Pasir dan Banyumas. Terutama ketika Pasir dibagi dua oleh Keraton Solo, hingga ada dua kepempimpinan, Cakrawedana dan Mertadiredja. Dua tokoh yang kemudian dipindah menjadi Bupati Banyumas.

Dalam Babad Banyumas Mertadiredjan ditulis bahwa Pasir adalah satu bagian dari empat pembagian di jaman Wirasaba. Dan, dari jabatan di Pasir lah, Mertadiredja dan Cakrawedana, kemudian menduduki jabatan di Banyumas.

Alasan ketiga, Babad Pasir menulis bahwa kota Purwokerto bermula dari Pasir. Ketika Cakrawedana memindah pusat pemerintahan dari Pasir Kertawibawa ke daerah Pancurawis. Pusat pemerintahan itu diberi nama Purwakerta.

Diskusi “Bahas Babad Pasirluhur” dengan mengundang para guru sekolah dan masyarakat umum untuk mengenang hari lahir kota Purwokerto dan hari jadi Kabupaten Purwokerto. Acara dikemas dengan pembacaan macapat Babad Pasirluhur.

Babad Banyumas mengisahkan awal mula Banyumas, dan Babad Pasir mengisahkan awal mula Purwokerto, maka saya harus terjemahkan agar menjadi satu paket.

Saya pertama mendapat naskah Babad Pasir dari koleksi Lembaga Studi Banyumas milik dokter Soedarmadji. Ada beberapa naskah yang saya dapatkan. Salah satunya yang paling terkenal, Babad Pasir salinan J. Knebel tahun 1900. Ada edisi huruf Jawa dan bahasa Belandanya.

Namun, terjemahan ini saya ambil dari naskah latin Noer Said. Saya mendapat kopiannya yang selesai disusun pada 4 Juli 1975, dan mendapat pengesahan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah pada tahun 1981.

Sayang saya tidak mendapat informasi lengkap terkait Noer Said, selain keterangan dalam naskah bahwa beliau Kepala Kantor Departemen Penerangan Kabupaten Banyumas.

Naskah ketikan itu mirip dengan Babad Pasir salinan J. Knebel. Panjangnya sama, 39 pupuh. Dari pupuh I sampai pupuh XXX mengisahkan legenda Kamandaka. Pupuh selebihnya, dari menuturkan perkembangan yang terjadi di Kadipaten Pasirluhur sejak jaman kerajaan sampai jaman penjajahan.

Buku ini bukan terjemahan lengkap 39 pupuh tersebut. Melainkan hanya 9 pupuh saja yang menceritakan tentang kedatangan Islam di Pasirluhur sampai hilangnya kekuasaan di Pasir karena digabung dengan Kabupaten Banyumas.

Sengaja saya terjemahkan dari belakang, karena bagian itulah yang berkaitan dengan Purwokerto. Karena saya akan menerbitkan buku ini tepat pada hari lahir Kabupaten Purwokerto yang jatuh pada tanggal 6 Oktober 2022.

Peserta “Bahas Babad Pasirluhur” berfoto bersama di Bale Pustaka Kang Nass setelah peluncuran buku “Babad Pasirluhur”.

Pada awal tahun, Pebruari 2022, Serial Babad Banyumas saya terbitkan untuk memperingati hari lahir Kabupaten Banyumas. Maka, mengakhiri tahun, pada Oktober 2022, Serial Babad Pasirluhur saya terbitkan untuk memperingati hari lahir Kabupaten Purwokerto.

Selama ini banyak yang belum tahu bahwa dulu ada Kabupaten Purwokerto yang terpisah dari Kabupaten Banyumas.

Dan, bupati pertama Purwokerto, seperti tercatat dalam Babad Banyumas Wirjaatmadjan adalah Adipati Mertadiredja II, putra Tumenggung Mertadiredja I. Tumenggung Mertadiredja I tercatat dalam Babad Pasir sebagai Ngabehi Pasir.

Babad Banyumas juga menulis bahwa awalnya adalah Kabupaten Ajibarang, sesuai pembagian wilayah yang dilakukan Kolonial Belanda. Namun, karena di Ajibarang terjadi angin ribut selama 40 hari, akhirnya sang bupati memindahkan pusat pemerintahan ke arah timur, ke desa Paguwon di Purwokerto, yang dulunya adalah pusat Pasir jaman Ngabehi Cakrawedana.

Dalam catatan Belanda, pindahnya dari Ajibarang pada tanggal 6 Oktober 1832. Nama Kabupaten Ajibarang pun kemudian ganti menjadi Kabupaten Purwakerta.

Maka, penerjemahan Babad Pasir ini, saya anggap sebagai kado hari lahir Kabupaten Purwokerto yang banyak dilupakan orang.

Semoga buku ini bisa menjadi bacaan ringan untuk mengetahui kisah sejarah masa lalu tanah kelahiran kita.

Semoga bermanfaat. []

Bale Pustaka Cahaya, 6 Oktober 2022

NasSirun PurwOkartun

(Tulisan ini adalah Kata Pengantar untuk buku terjemah “Babad Pasirluhur” karya NasSirun PurwOkartun yang diterbitkan pada tanggal 9 Oktober 2022)

Kategori:Dopokan
SEUWISE

NasSirun PurwOkartun Menerjemahkan Babad Pasirluhur Sebagai Kado Untuk Purwokerto

Banyak orang yang bertanya, “Namanya Kabupaten Banyumas tetapi mengapa pusat pemerintahannya di Purwokerto?” Sepertinya masih banyak orang Banyumas yang belum tahu bahwa dulu ada dua kabupaten, Banyumas dan Purwokerto, yang kemudian bergabung menjadi satu. Babad Banyumas Wirjaatmadjan sudah memberitahu tentang…
WACA
LIYANE

Raden Wirjaatmadja Penulis Babad Banyumas Wirjaatmadjan

Setelah menerjemahkan “Babad Banyumas Mertadiredjan”, saya berziarah ke makam Kebutuh di Sokaraja dan makam Kalibogor di Purwokerto. Di makam Kebutuh, selain mendapati makam Adipati Mertadiredja I, saya juga mendapati makam Dokter Angka. Tokoh pendiri Boedi Oetomo, trah bangsawan Banyumas, cucu…
WACA
LIYANE

Ketampanan Raden Kaduhu dalam Babad Banyumas Mertadiredjan

Setelah mengisahkan tentang kesaktian Raden Katuhu, “Serat Babad Banyumas” kemudian menceritakan tentang ketampanannya. Kabar bahwa Adipati Wirasaba telah mengangkat anak menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Semua rakyat membicarakannya. Terutama tentang ketampanannya. Ketampanan yang membuat semua perempuan terpesona. Dikisahkan, bukan hanya…
WACA
LIYANE

Dari Baribin ke Kyai Mranggi

  Serial Plesiran Babad Banyumas, Dari Baribin ke Kyai Mranggi.    
WACA
LIYANE

Pengusiran Raden Putra Dari Majapahit Dalam Babad Banyumas Mertadiredjan

Setelah mengisahkan tentang Kerajaan Majapahit dan Kadipaten Wirasaba, “Serat Babad Banyumas” kemudian menceritakan tentang sosok Raden Putra. Raden Putra adalah adik Raja Majapahit, Prabu Ardiwijaya. Dalam naskah “Babad Banyumas Wirjaatmadjan” Raden Putra disebut dengan nama Raden Baribin. Pengisahan Raden Putra…
WACA
LIYANE

Lima Larangan Anak Keturunan

Dari panggung ketoprak pula saya kemudian mengetahui pantangan yang menjadi pegangan masyarakat Banyumas. Pantangan yang bermula dari ucapan Adipati Warga Utama sebelum meninggal. Larangan atau pepali yang didasarkan pada kejadian kematian yang menimpanya. Babad Banyumas Mertadiredjan menuliskan kejadian tersebut dalam…
WACA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Babad Banyumas - Rujukan Utama Sejarah Banyumas.