Setelah mengisahkan tentang Kerajaan Majapahit dan Kadipaten Wirasaba, “Serat Babad Banyumas” kemudian menceritakan tentang sosok Raden Putra.
Raden Putra adalah adik Raja Majapahit, Prabu Ardiwijaya. Dalam naskah “Babad Banyumas Wirjaatmadjan” Raden Putra disebut dengan nama Raden Baribin.
Pengisahan Raden Putra setelah menceritakan tentang Majapahit dan Wirasaba, tentu karena ada benang merahnya. Karena kemudian, keturunan Raden Putra lah yang menjadi Adipati Wirasaba. Bahwa Raden Putra sebagai keturunan Majapahit kemudian menurunkan para adipati Wirasaba.
Bahwa anak Raden Putra, yaitu Raden Kaduhu, kemudian menjadi Adipati Wirasaba menggantikan Adipati Sura Utama. Pada masa selanjutnya, cucu Raden Putra yang bernama Raden Jaka Kaiman pun menjadi Adipati Wirasaba.
Maka, marilah mengenal sosok Raden Putra atau Raden Baribin sebagai leluhur dari para dinasti Banyumas.
Silahkan baca tulis terjemahan saya atas naskah “Serat Babad Banyumas Mertadiredjan” di bawah ini.
Sengaja tidak saya sertakan naskah asli dalam bahasa Jawanya. Agar pembaca lebih bisa menikmati Babad Banyumas sebagai buku bacaan.
Selamat membaca.
Raja Majapahit Merasa Terancam Kedudukannya
Alkisah, Sang Prabu Ardiwijaya Raja Majapahit sudah tiga tahun bertakhta. Akan tetapi para adipati bawahan terlihat banyak yang berpaling kesetiaannya.
Sang Raja kemudian memanggil patihnya.
Sang Raja berkata keras, “Hai Patih, berikan pendapatmu. Katakan yang sesungguhnya tentang berkurangnya para adipati yang menghadap pada saya!”
Patih Gajah Mada berkata, “Paduka mohon ampun kiranya. Hidup mati saya katakan terus terang. Bahwa banyaknya para tumenggung sudah mendua penghormatannya. Ibarat paginya menghadap Paduka, sorenya menyembah adik Paduka.”
Sang Raja berkata pelan, “Wahai Patih, bagaimana nantinya jalannya pemerintahan kerajaan ini?”
Patih Gajah Mada berkata, “Kecuali bila adik Paduka dikeluarkan saja. Diusir dari wilayah kerajaan. Bertempat tinggal di luar wilayah. Maka akan selamatlah ke depannya kekusaan di Kerajaan Majapahit. Demikianlah sebaiknya Paduka, sang adik jangan diberi kekuasaan.”
Pelan ucapan sang raja, “Wahai Patih cepatlah kamu, besok perintahkan segera sang adik diminta keluar. Bertempat di luar wilayah. Tapi saya tidak menentukan tempatnya. Terserah adik saya saja.”
Esok paginya sang patih segera keluar. Langsung menemui Raden Putra.
Sudah lama tidak berjumpa. Kaget Raden Putra melihatnya, “Wahai Paman, apakah diutus sang raja?”
Gajah Mada berkata sopan,” Wahai Ananda gusti saya, saya diutus sang raja, Paduka diperintahkan untuk keluar dari keraton. Bertempat di luar kerajaan. Rumah besar ikut dipindahkan. Desa mana yang disukai, yang pantas menjadi tempatnya, Kakandamu tidak menentukan. Keluarlah hari ini juga.”
Raden Putra mendengar kabar itu seketika meneteskan air mata. Sedih sekali rasa hatinya. Semakin dirasa semakin sedih.
Para istri dan juga selirnya semua menghadap padanya. Tak ada yang mendengar apa yang dikatakan sang patih. Namun air mata turun seperti hujan membuat mereka meyakini ada kabar duka.
Mendadak Raden Putra melangkah pergi. Para selir menjerit dan menangis. Bahkan ada yang bergulingan.
Ki Patih sedih hatinya. Tertegun dan tak bisa berkata. Menyesal dalam hatinya Gajah Mada menangis tersedu. Mengalir bagaikan tembang maskumambang.