Setelah mengisahkan tentang ketiga anak Raden Baribin, kisah Babad Banyumas berlanjut dengan cucunya. Yaitu Raden Jaka Kaiman, putra Raden Banyak Sasra.
Dikisahkan setelah menetap di Pasir Luhur, Raden Banyak Sasra menikah dengan putri Adipati Pasir Luhur yang bernama Dewi Sriyati. Dari pernikahan tersebut lahir dua orang anak, laki-laki dan perempuan.
Anak yang laki-laki disebut namanya dalam Babad Banyumas, yaitu Raden Bagus Mangun. Juga dituliskan kisahnya. Namun anak yang perempuan tidak disebut namanya, juga tidak ada kisahnya.
Kisah haru seru pun terjadi pada sosok Raden Jaka Kaiman yang waktu kecil bernama Raden Bagus Mangun.
Bagaimana kisah haru dan serunya?
Selengkapnya, silahkan baca tulis terjemahan saya atas naskah “Serat Babad Banyumas Mertadiredjan” di bawah ini.
Sengaja tidak saya sertakan naskah asli dalam bahasa Jawanya. Agar pembaca lebih bisa menikmati Babad Banyumas sebagai buku bacaan.
Selamat membaca.
Pertemuan Raden Kaiman dan Raden Baribin
Raden Banyak Sasra meninggalkan dua orang putra. Anak yang tua laki-laki bagus rupawan, yang muda seorang perempuan.
Konon dikisahkan, setelah mereka ditinggal mati sang ayah, kedua anaknya itu ikut bersama kakak dari ibunya.
Anak yang laki-laki diperintah, “Kamu, Mangun anak saya, kerbaumu gembalakanlah. Sayang kalau tidak dipelihara.”
Mangun segera pergi ke kandang .
Tidak diceritakan selanjutnya. Ganti kisah tentang Pandita Putra. Pergi lama mengembara, Pasir Luhur menjadi tujuannya.
Menjelang siang waktunya, ketika langit berawan gelap. Dengan ketajamannya ia melihat, nampak seorang anak gembala yang compang camping kainnya.
Maka segera didekatinya.
Sang Pandita lalu bertanya, “Hai, Mangun kamu di sini. Kamu menggembalakan kerbau siapa?”
Mangun menjawab sopan, “Kerbau milik Pakdhe saya. Saya sudah tidak punya orang tua.”
“Kamu jangan bersedih hati. Maulah kamu ikut saya? Ikutlah bersama saya saja.”
Mangun berkata, “Baiklah…”
Kerbau kemudian dihalau agar pulang ke kandangnya. Mangun lalu dibawa pergi.
Begitulah, Mangun kemudian dibawa. Arahnya ke selatan berbelok ke timur. Jalannya terjal menanjak. Mereka saling berpegangan.
Ketika pakdhenya keluar rumah untuk melihat kerbau miliknya, penggembalanya sudah tak ada. Namun terlihat orang berjalan bergandengan menuntun seorang anak kecil. Segeralah disusulnya mereka. Langkahnya saling berkejaran. Kalau jauh ditunggunya, kalau dekat ia menjauh. Sampai lima hari lamanya.
Akhirnya berhasil disusul saat tiba di desa Colenang.
Kyai langsung bertanya, “Kamu orang mana? Itu yang dibawa adalah anak saya. Mengapa kamu bawa dia?”
Sang Pandita menghentikan langkahnya. Pelan ucapannya kemudian, “Wahai, kamu dengarkan, saya beri tahu. Iya, saya yang membawa anakmu. Sebab kamu tidak menghormatinya. Karena itu lebih baik saya bawa saja. Kelak kemudian hari anakmu ini akan membangun sebuah negara. Berkuasa di wilayah Banyumas, sepanjang aliran sungai Serayu.”
Lelaki tua itu bahagia mendengarnya. “Namun kalau boleh anak saya ini saya ajak pulang kembali. Tapi bila tidak diberikan kamu berikan saja kepada Kyai Mranggi di desa Kejawar. Dia tidak mempunyai anak.”
Sang Pandita pelan menjawab, “Baiklah, saya turuti permintaan itu. Sekarang kamu pulanglah.”
Lelaki tua pun kemudian kembali. Sang Pandita melanjutkan perjalanan menuju ke arah desa Kejawar, ke dekat rumah Kyai Mranggi.
Bagus Mangun diberinya pesan, “ Kamu menumpanglah di sana. Kepada Kyai Mranggi Kejawar. Jangan pernah pergi ke mana-mana, kecuali untuk mengabdi kelak ke Kadipaten Wirasaba. Ingat pesan ini sungguh-sungguh.”
Begitulah. Sang Pandita kemudian pergi. Bagus Mangun ditinggalkan di tepi sungai.
Dikisahkan waktu itu Nyai Mranggi sedang bersiap menanak nasi. Pergi ke sungai untuk mencuci beras. Menemukan seorang anak kecil.
Kemudian ditanyai olehnya, “Anakku, kamu ini anak siapa? Mengapa berada di sini?”
Bagus Mangun menjawab, “Bibi, ketahuilah. Saya anak tak punya orang tua. Tak punya ibu. Juga tak punya ayah.”
Nyai Mranggi memegang tangan sang bocah sambil berkata, “Kamu saya angkat menjadi anakku.”
Bagus Mangun kemudian dibawa masuk ke dalam rumahnya. Kyai Mranggi sedang duduk. Bahagia mereka berdua.
Baca sebelumnya: Pesan Raden Baribin dalam Babad Banyumas Mertadiredjan